kemudian saya berinisiatif menghubungi seseorang yang sangat pengasih dan penyayang, seperti sosok perwakilan tuhan diatas bumi ini, ketika dekat beliau saya merasakan kenyaman yang luar biasa. kemudian saya memberanikan untuk menanyakan masalah yang saya hadapi, jawaban beliau hanya sederhana, melihat lah secara objektif!!
KHABARIANN
KHABARIANN (kha*bar*i*ann) KHABAR berarti berita. IANN berarti aku atau kita untuk anak-anak. Tapi saat ini berubah menjadi KABAYAN yang menceritakan tentang seseorang yang penuh kecerdasan dari LEMURIAN.
Senin, 09 Februari 2015
PENJARA PERSEPSI
Terkadang kita hidup penuh dengan batasan-batasan yang kita ciptakan sendiri. kita hidup seolah-olah membentur tembok-tembok yang kokoh berhadapan di depan kita. yang menyebabkan jalan kita terhambat. pikiran mulai membayangkan ketakutan, persepsi dari sudut pandang yang sempit mengaburkan pandangan disekitar kita. ibarat kertas putih di bubuhi tinta satu titik. maka pandangan akan mengarah ke objek yang paling menarik perhatian. dan kita buta melihat keluar. semakin kita fokus pada titik semakin kita merasa kecil. ah rasanya aku sudah tidak sanggup lagi, ah rasanya aku sangat menyerah, ah aku ingin bunuh diri.
Senin, 05 Agustus 2013
SiapaKah Tuhan Kita??
Agan-agan sekalian maaf nich ane nulis tentang ketuhanan. ane pikir zaman sekarang ada yang janggal dikehidupan dunia ini. dimana rata-rata kebanyakan orang selalu menomorsatukan uang. ane turut prihatin dengan kondisi sekarang ini, tidak orang tua, dewasa, bahkan sampai anak-anak pun berburu rupiah.
Tak jarang orang tua memperlakukan sebagai asaet. ini bisa dilihat dijalanan dimana orang tua dengan tega menyuruh anaknya jadi pengemis. bahkan didaerah saya ada ibu yang anaknya sekitar sepuluh orang semuanya jadi pengemis. ane tinggal dikampung 200. dan kampung itu terkenal oleh pekerja sosial.. hehe. belum lagi dahulu ditempat kerja ane, dia mau bekerja kalau ada uang tambahan, padahalkan udah di gaji. berat memang hidup dizaman sekarang. dunia seperti penuh persaingan demi untuk mendapatkan rupiah.
Padahal ya padahal, hitung-hitungan rejeki di dunia itu tidak sebatas matematika 1+1 = 2. banyak contoh kasus, seperti saya dulu saya tidak punya apa-apa tapi sekarang alhamdulillah apa yang saya mau saya bisa dapat. itu berkat pengenalan konsep niat yang guru saya ajarkan.
sebelum ane bahas KETUHANAN ane mau tanya dulu sama ente,
Pertanyaannya begini:
"apa yang ente akan pilih Uang atau Mesin Uang?"
Nah silahkan dijawab didalam hati aja yach.. heuheu. tapi kalau keukeuh mau jawab bisa bbm atau sms aje ke ane.. qqqqq
back to the topic
tentunya ane akan pilih mesin uang dong,, kenapa karena dengan mesin uang ini ane bisa cetak uang apa saja, kalau ane mau diam di indonesia ya ane cetak rupiah, kalau ane mau keluar negeri ane cetak Dollar.. heuheu.
loh apa hubungannya dengan itu..
begini bro,, rata-rata orang terjebak didalam system.
nah uang itu adalah system sedangkan mindset adalah mesin uang.
jadi yang harus dibenahi dijaman sekarang ini adalah mindset setiap orang.. kenapa?, karena orang selalu beranggapan bahwa uang sebagai tujuan bukan sebagai alat.
yang harus dijadikan tujuan malah diabaikan, siapa sih tujuan kita, ya tuhan.. btw kenapa tuhan yang harus jadi tujuan kita,
jawabannya ada di
(surat Adz Dzaariyaat; 51:56)
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku".
Jadi tujuan kita hidup ya mengabdi,
kita lihat lah abdi dalem yang ada di yogyakarta..
nah bagaimana abdi dalem kraton yogya bekerja. ya menurut sama raja. bahkan pekerjaan itu begitu berharga dan bergengsi, dan rela dibayar Rp.3000 perbulan. nah apa sih yang dikejar uang kah? pasti jawabannya bukan uang kan? lalu apa yaitu kebaikan.. kebaikan yang akan didapat oleh Raja keraton yogyakarta, selain kebaikan mungkin harkat derajatnya akan terangkat dimata masyarakat.
Apa tuhan kita adalah raja? tentu bukan Tuhan kita adalah ALLAH.
mungkin cara memperlakukan allah yang yang harus kita tiru oleh seorang abdi dalem.
Pertanyaan selanjutnya apa sih definisi tuhan.
definisi tuhan ternyata :
1. Apa yang kita sembah dan puja
2. Apa yang kita takuti
3. Apa yang kita Prioritaskan
4. Apa yang bisa memaksa kita melakukan sesuatu tanpa kita maui
Nah dari definisi tersebut apakah kita hidup berdasarkan definisi diatas?
kalau yang kita prioritaskan bos ya tuhannya bos, kalau yang kita takuti bos ya tuhannya bos, kalau misalkan kita tidak mau tapi terpaksa mengikuti kemauan orang tua ya tuhannya orang tua. termasuk cewek kita juga kalau apa-apa dituruti ya tuhannya cewek kita.
segitu dulu ya nanti dilanjut lagi. ^_^
Sabtu, 23 Maret 2013
MENGUAK KONSEP KOSMOLOGI SUNDA KUNA.
Menguak Konsep Kosmologi Sunda Kuna.
Oleh EDI S. EKADJATI.
(Pikiran Rakyat, Kamis, 2 Juni 2005).
Pada zaman kuno (masa pra-Islam) orang
Sunda memiliki konsep tersendiri tentang jagat raya. Konsep tersebut
merupakan perpaduan antara konsep Sunda asli, ajaran agama Budha, dan
ajaran agama Hindu. Uraian mengenai hal ini antara lain terdapat dalam
naskah lontar Sunda Kropak 420 dan Kropak 422 yang kini tersimpan
sebagai koleksi Perpustakaan Nasional di Jakarta. Kedua naskah yang
ditulis pada daun lontar dengan menggunakan aksara dan bahasa Sunda kuna
itu berasal dari kabuyutan Kawali, termasuk daerah Kabupaten Ciamis
sekarang.
Dulu di kabuyutan Kawali tersimpan
sejumlah naskah lontar Sunda dan barang pusaka lainnya peninggalan
kerajaan Sunda. Lokasi tersebut selain pernah menjadi ibu kota Kerajaan
Sunda-Galuh, juga menjadi tempat pengungsian sejumlah pejabat dan rakyat
Kerajaan Sunda-Pajajaran, setelah ibu kota kerajaan mereka (Pakuan
Pajajaran) di sekitar Kota Bogor sekarang diserang dan diduduki oleh
pasukan Islam Banten-Cirebon. Bersama dengan naskah-naskah lontar
lainnya, kedua naskah lontar tersebut diserahkan oleh Bupati Galuh R.A.
Kusumadiningrat (memerintah tahun 1839-1886) kepada Museum Gedung Gajah
(Museum Nasional sekarang) pada perempatan ketiga abad ke-19.
Kosmologi Sunda kuna membagi jagat raya
ke dalam tiga alam, yaitu bumi sangkala (dunia nyata, alam dunia), buana
niskala (dunia gaib, alam gaib), dan buana jatiniskala (dunia atau alam
kemahagaiban sejati). Bumi sangkala adalah alam nyata di dunia tempat
kehidupan makhluk yang me miliki jasmani (raga) dan rohani (jiwa).
Makhluk demikian adalah yang disebut manusia, hewan, tumbuhan, dan benda
lain yang dapat dilihat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
Buana niskala adalah alam gaib sebagai
tempat tinggal makhluk gaib yang wujudnya hanya tergambar dalam
imajinasi manusia, seperti dewa-dewi, bidadara-bidadari, apsara-apsari,
dll. Jumlah dan ragam makhluk tersebut banyak dan bisa bergabung satu
dengan lainnya serta berkedudukan lebih tinggi daripada manusia. Buana
niskala yang disebut juga kahyangan yang terdiri atas surga dan neraka.
Naskah Kropak 422 menyebutkan Pwah Batari
Sri, Pwah Lengkawati, Pwah Wirumananggay, dan Dayang Trusnawati sebagai
penghuni buana niskala. Di samping itu, penghuni buana niskala lainnya
di antaranya 9 dewi, seperti Dewi Tunyjung Herang, Dewi Sri Tunyjung
Lenggang, Dewi Sari Banawati, dan 45 bidadari yang disebutkan namanya,
antara lain Bidadari Tunyjung Maba, Bidadari Naga Nagini, Bidadari Endah
Patala, Bidadari Sedajati.
Buana jatiniskala adalah alam
kemahagaiban sejati sebagai tempat tertinggi di jagat raya. Penghuninya
adalah zat Maha Tunggal yang disebut Sang Hyang Manon, zat Maha Pencipta
yang disebut Si Ijunajati Nistemen. Zat inilah yang tingkat kegaiban
dan kekuasaannya paling tinggi. Dialah pencipta batas, tetapi tak
terkena batas. Dengan demikian, tiap-tiap alam mempunyai penghuninya
masing-masing yang wujud, sifat, tingkat, dan tugas/kewenangannya
berbeda.
Kosmologi Sunda kuna berbeda dengan
kosmoligi Islam. Dalam ajaran Islam jagat raya digambarkan terdiri dari 5
alam, yaitu alam roh, alam rahim, alam dunia, alam barzah, dan alam
akhirat. Kosmologi menurut konsep Islam cenderung didasarkan pada urutan
kronologis kehidupan manusia (dan makhluk lainnya). Alam roh dan alam
rahim yang merupakan alam gaib menjadi tempat kehidupan manusia sebelum
lahir ke dunia (alam dunia), sementara alam barzah dan alam akhirat yang
juga merupakan alam gaib menjadi tempat kehidupan manusia sesudah
mengalami kematian. Kehidupan manusia di alam dunia sangat menentukan
kehidupannya di alam kubur dan alam akhirat.
Jika kosmologi Islam mencerminkan
gambaran urutan kronologis kehidupan manusia, kosmologi Sunda kuna
mencerminkan gambaran jenis penghuninya dan tingkat kegaibannya. Karena
itu kosmologi Sunda kuna menggambarkan pula tinggi-rendah kedudukannya,
baik kosmosnya maupun penghuninya. Kosmologi Sunda kuna tidak
mengungkapkan adanya alam yang dihuni oleh roh manusia sebelum lahir ke
alam dunia (bumi sakala). Walaupun tempat hidup manusia di alam dunia,
tapi setelah kematian ada dua kemungkinan tempatnya, yaitu (1) kembali
ke alam dunia dalam wujud yang derajatnya lebih rendah (menjadi hewan,
tumbuhan atau benda lainnya sesuai dengan kepercayaan reinkarnasi) dan
(2) menuju alam niskala, bahkan terus ke alam jatiniskala (menyatu
dengan kehidupan dewa dan kemudian mahadewa).
Yang menentukan tempat seseorang sesudah
kematian adalah sikap, perilaku, dan perbuatannya selama hidup di dunia.
Jika sikap, perilaku, dan perbuatannya buruk, bertentangan dengan
perintah dan sesuai dengan larangan ajaran agama, ia akan kembali lagi
ke alam dunia dalam wujud yang lebih rendah derajatnya (kepercayaan
reinkarnasi) atau masuk ke dalam siksa neraka. Jika sikap, perilaku, dan
perbuatannya baik, sesuai dengan perintah dan bertentangan dengan
larangan ajaran agama, ia (rohnya) akan naik menuju alam niskala yang
menyenangkan (surga) dan bahkan ke alam jatiniskala yang paling
menenteramkan. Kejadian tersebut disebut moksa dan merupakan jalan ideal
yang selalu didambakan oleh manusia. Dalam hal ini prinsip dampak
kehidupan sesudah manusia mati mengandung kesejajaran dengan konsep
Islam, yaitu bertalian dengan situasi dan kondisi kehidupan manusia di
alam akhirat ditentukan oleh sikap, perilaku, dan perbuatannya di alam
dunia.
Sehubungan dengan adanya jalan ideal yang
menghubungkan bumi sakala (alam dunia) dengan buana niskala dan buana
jatiniskala (alam akhirat), maka dalam naskah lontar Kropak 420
diutarakan secara panjang lebar tentang ciri-ciri dan sifat kehidupan di
bumi sakala, sedangkan dalam Kropak 422 dikemukakan ciri-ciri dan sifat
kehidupan di buana niskala dan buana jatiniskala yang menggiring
manusia agar memilih jalan ideal yang lurus menuju buana niskala yang
berupa surga yang menyenangkan, bahkan buana jatiniskala yang paling
tinggi derajatnya.
Kropak 420 membuka penuturannya dengan
pernyataan dan pertanyaan, “Lampah tunggal na rasa ngeunah, paduum na
bumi prelaya, maneja naprewasa, ka mana eta ngahingras?” (Berjalan
teriring rasa senang, saling bagi saat dunia binasa, tembus memancarkan
sinar. Ke manakah harus meminta tolong?).
Jawaban atas pertanyaan tersebut
dijelaskan oleh Pwah Batara Sri, penghuni Kahyangan (buana niskala), “Ka
saha geusan ngahiras, di sakala di niskala, manguni di kahyangan, mo ma
dina laku tuhu, na jati mahapandita,” (Kepada siapakah mohon
pertolongan, baik di sakala maupun di niskala, terlebih lagi di
kahyangan, kecuali dalam perilaku setia, pada kodrat mahapandita).
Mahapandita adalah pandita (pemimpin/ahli
agama) yang hidup di bumi sakala dan paling tinggi tingkatannya. Ia
mengemukakan ciri-ciri kehidupan di bumi sakala bahwa, “Samar ku rahina
sada, kapeungpeuk ku langit ageung, kapindingan maha linglang, ja
kaparikusta ku tutur, karasa ku sakatresna, kabita ku rasa ngeunah,
kawalikut ku rasa kahayang, bogoh ku rasa utama, beunang ku rasa
wisisa.” (Samar oleh keadaan pagi hari, tertutup oleh langit yang luas,
terhalangi keluasan langit sebab terjebak oleh cerita, terasa oleh
segala kecintaan, tergiur oleh rasa nikmat, tergugah lagi oleh
keinginan, senang oleh perasaan luar biasa, terpikat oleh perasaan
mulia).
Ajaran moral keagamaan dibahas dalam
bentuk dialog antara pendeta utama dengan Pwah Batara Sri (penguasa alam
Kahyangan) dan Pwah Sanghyang Sri (penjaga alam kasurgaan). Ditekankan
bahwa setiap makhluk yang ada di jagat raya, baik di bumi sakala maupun
di buana niskala, hendaknya mampu menjalankan tugasnya masing-masing
sesuai dengan kadar bayu (kekuatan), sabda (suara), dan hedap (iktikad)
yang diterima dari Sang Pencipta. Manusia pun hendaknya mampu
menyeimbangkan bayu, sabda, dan hedapnya masing-masing melalui berbagai
kegiatan tapa (pengabdian) lahir dan batin agar kelak bisa kembali ke
kodratnya bagaikan dewa.
Selain itu, dalam melaksanakan tapa
manusia hendaknya diiringi oleh penuh rasa keikhlasan, jangan rakus,
jangan mengambil hak yang lain supaya tidak tersesat kembali ke bumi
sakala dan mengalami sengsara. Apabila hendak berbuat kebajikan,
janganlah setengah hati! Itulah kodrat pendeta dan hakikat pertapaannya
yang dilakukan tak kenal siang dan malam. Perhatikanlah orang yang
benar! Carilah orang yang menjalankan tapa! Semoga berhasil berbuat
kebaikan.
Janganlah menjalankan tapa yang salah!
Yaitu tapanya orang yang suka menyiksa badan, berlebihan dalam hal
kekuasaan, terperdaya oleh isi hati, dan tersesat karena berahi. Itulah
perilaku yang tak bermanfaat. Menjadi pendeta, janganlah hanya
mengaku-aku, melainkan hendaknya disertai kekuasaan sejati.
Nasihat pendeta utama yang lain adalah
“Mulah cocolongan bubunian, jadi budi nupu manglahangan, ngagetak
ngabigal, mati-mati uwang sadu, ngajaur nu hanteu dosa, hiri dengki nata
papag, pregi ngajuk ngajalanan,” (Janganlah mencuri sembunyi-sembunyi,
berpikiran tamak menghalangi, menggertak merampok, suka membunuh orang
suci, memeras yang tak berdosa, iri dengki melukai memukul, berani
mengawali berutang). Adapun berbagai kenikmatan dunia antara lain lumut
rumput dan berbagai umbi, berbagai dedaunan tak pernah kurang, ilalang
arak dan berbagai buah-buahan (lukut jukut sarba beuti, tangtarukan tada
kurang, kusa madi sarba pala).
Adapun ciri dan sifat kehidupan di buana
niskala dan buana jatiniskala, tempat tinggalnya para dewa-dewi,
batara-batari, Sanghyang Manon, dan makhluk halus lainnya mencerminkan
kehidupan tingkat tinggi yang tak dibatasi oleh keperluan dan
kepentingan duniawiah, sebagaimana diutarakan pada teks Kropak 422 yang
berjudul Jatiraga. Penjelmaan yang paling sempurna, menurut naskah ini,
adalah umat manusia. Karenanya manusia diwajibkan untuk berusaha berbuat
amal kebaikan agar kelak sukmanya bisa kembali ke kodrat sejati di
Kahyangan (surga). Sementara manusia yang terlalu terbawa nafsu angkara
murka, akan menjadi raksasa serakah, tamak, dan rakus terhadap hak-hak
yang lain. Sukma mereka hanya bisa kembali ke alam niskala sebagai
penghuni neraka. Kalaupun mendapat keringanan dari penjaga neraka, sukma
itu harus mengalami reinkarnasi di bumi sakala yang bisa jadi
derajatnya lebih rendah dari manusia.
Bahwa yang berada di buana jatiniskala
itu (Si Ijunajati) terlalu tangguh dan kuasa, karena dia adalah pemilik
keesaan, kebijakan, kekuasaan, kesentosaan, pengabdian, tenaga, ucapan,
dan nuraninya sendiri. Rumusannya adalah, “Ah ini Si Ijunajati. Ah lain
kasorgaanna, Sang Hyang Tunggal Premana. Muku ita leuwih, ja tunggal
tunggal aing, premana premana aing, muku ita leuwih, ja wisisa wisisa
aing, muku ita leuwih teuing, ja hurip hurip aing, tapa tapa aing, bayu
bayu aing, sabda sabda aing, hdap hdap aing.” (Ah inilah Si Ijunajati.
Ah bukan surga yang dikuasai oleh, Sang Hyang Tunggal Premana. Kalaulah
itu tangguh, sebab keesaan keesaanku sendiri, kebijakan kebijakanku
sendiri, kalaulah itu unggul, sebab kekuasaan kekuasaanku sendiri,
kalaulah itu terlal u berkuasa, sebab kesentosaan kesentosaanku sendiri,
pengabdian pengabdianku sendiri, tenaga tenagaku sendiri, ucapan
ucapanku sendiri, nurani nuraniku sendiri).
“Ah wisisa teuing aing, hamwa waya nu
wisisa manan aing, hamwa waya nu leuwih manan aing, hamwa waya nu diwata
manan aing, tika hanteu nu ngawisisa aing, ka pangikuna aci
jatinistmen.” (Ah begitu berkuasanya aku, tak mungkin ada yang berkuasa
melebihi aku, tak mungkin ada yang unggul melebihi aku, tak mungkin ada
yang suci lebih dariku, sehingga mustahil ada yang menguasaiku, sebagai
pengikut hakikat kebenaran sejati).
Batara Jatiniskala berkuasa di mana-mana
dan wujud kekuasaannya luar biasa sehingga, “Wijaya ta sira hasta, na
bumi tan hana pretiwi, na dalem tan hana angkasa, na rahina tan hana
aditya, na candra tan hana wulan, na maruta tan hana angin, na tija tan
hana maya, na akasa tan hana pemaga, na jati tan hana urip.”
(Berhasillah dia memerintah, pada bumi tanpa tanah, pada ruangan tanpa
udara, pada siang hari tanpa matahari, pada purnama tanpa bulan, pada
tiupan tanpa angin, pada cahaya tanpa bayangan, pada angkasa tanpa
langit, pada kodrat tanpa kehidupan).
Salah satu kelompok penghuni buana
niskala teridentifikasi berwujud jenis wanita, seperti dewi, apsari,
bidadari. Hakikat kewanitaan, menurut naskah ini, adalah kekuasaan yang
berada di tangan Sang Hyang Sri dengan ciri-cirinya, “Ti nu wisisa
leuwih, ti nu leuwih bidito, ti nu bidito hurip, ti nu hurip adras, ti
nu adras indah, ti nu indah alit, ti nu alit niskala, ti nu niskala
rampis, ti nu rampis diwata, ti nu diwata.” (Dari yang berkuasa unggul,
dari yang unggul mengasuh, dari yang mengasuh sejahtera, dari yang
sejahtera tak tampak, dari yang tak tampak indah, dari yang indah halus,
dari yang halus gaib, dari yang gaib sempurna, dari yang sempurna
bersifat kedewaan, dari yang bersifat kedewaan).
Di dalamnya diungkapkan pula tentang
makna benar. Bahwa benar itu artinya, jika, “Bayu dibaywan deui, sabda
disabdaan deui, hdap dihdapan deui, hurip dihuripan deui, hirang
dihirangan deui, jati dijatyan deui, niskala diniskalaan deui, alit
dialitan deui, lenyep dilenyepkeun deui, talinga ditalingakeun deui,
leumpang dileumpangkeun deui, geuing digeuingkeun deui.” (Kekuatan diper
kuat lagi, ucapan diucapkan lagi, perasaan dirasakan lagi, hidup
dihidupkan lagi, jernih dijernihkan lagi, sejati disejatikan lagi,
kegaiban digaibkan lagi, halus dihaluskan lagi, lenyap dilenyapkan lagi,
pengawasan diawasi lagi, berjalan diberjalankan lagi, sadar disadarkan
lagi).
Berdasarkan seluruh uraian di atas tampak
bahwa konsep kosmologi Sunda Kuna bukan hanya dimaksudkan untuk
pengetahuan semata-mata mengenai struktur jagat raya, melainkan lebih
ditujukan sebagai media agar kehidupan manusia jelas tujuan akhir-nya,
yaitu kebahagiaan dan ketenteraman hidup di buana niskala dan buana
jatiniskala yang abadi.
Oleh EDI S. EKADJATI – Pikiran Rakyat, Kamis, 2 Juni 2005Penulis Ketua Badan Pengurus Pusat Studi Sunda dan Guru Besar pada Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Unpad.
TRITANGTU: KONSEP FALSAFAH SUNDA BUHUN
TRITANGTU
Istilah Tri Tangtu ini membawa kita kepada pertanyaan ;
1. Kenapa Tri atau tiga ?
2. Apa yang disebut atau yang dimaksud dengan Tangtu ?
Namun sebelum menjawab 2 pertanyaan diatas, ada baiknya kita membahas terlebih dahulu mengenai apa yang disebut BUDAYA, oleh karena Tri Tangtu ini sangat erat melekat dengan Budaya Sunda.
Kita
ketahui , bahwa banyak sekali cerita dan pengertian mengenai apa yang
disebut budaya, namun tidak ada salahnya kalau saya mencoba menambahkan
satu lagi kriteria budaya ini, mudah-mudahan bisa diterima oleh semua.
Menurut saya pengertian Budaya ini harus ditarik secara makro dan jangan dipersempit,agar dapat mewadahi segala aspek dan dimensi.
Apabila kita berandai-andai tatkala seorang individu mempertanyakan tentang eksistensinya sendiri dalam pertanyaan ; Siapa aku ?, darimana aku ?, dan hendak kemana aku ?, ini merupakan pencarian jati diri.
Proses pencarian jati diri sangat dipengaruhi oleh alam dan lingkungan hidupnya, sehingga dari apa yang dilihat dan dirasakannya akan sampai pada kesimpulan bahwa semua ini ada yang menciptakannya yaitu TUHAN. Apa dan Siapa Tuhan ini, itulah Konsep Ketuhanannya.
Dari konsep ketuhanan ini akan melahirkan pengertian-pengertian filosofis dan agama,saya tidak tahu mana yang lebih dulu antara falsafah atau agama. Namun dari falsafah dan agama akan melahirkan disiplin-disiplin atau sistem-sistem, sistem akan melahirkan berbagai subsistem dan seluruh aspek, mulai dari pencarian jati diri sampai sub sistem , inilah yang disebut Budaya atau adab yang dalam perjalanannya menghasilkan peradaban.
Dalam kaitan 2 pertanyaan mengenai Tri Tangtu diatas ,kita ambil sebagai contoh Konsep Budaya diatas pada budaya Sunda.
Budaya Sunda tentulah sangat erat kaitannya dengan alam dan lingkungan hidupnya.
Dalam pencarian jati diri seorang manusia Sunda yang hidup dalam
alam yang Kaya ,Subur Makmur,Gemah Ripah Loh Jinawi, dimana Cai Cur-cor
,Pasir jeung Lebak hejo ngemploh, dimana beratus gunung tinggi yang
menyediakan Ribuan macam Tumbuh-tumbuhan dan Ribuan macam Satwa,
memberikan Kemudahan dan Kenikmatan hidup bagi manusia Sunda, maka
kenikmatan dan kemudahan ini akan dipandang sebagai Anugrah dari sesuatu
yang menghendaki dan menciptakannya oleh penuh rasa Kasih dan Suci dan
alam yang sempurna ini tentulah diciptakan oleh sesuatu yang sempurna
dan maha.
Maka kesimpulan sang pencipta inilah yang disebut Tuhan atau Gusti, Gusti Anu Maha Asih,Anu Maha Suci,Anu Maha Agung dan Asih-lah yang menjadi energi utama dari kehendak Tuhan itu.
Dalam proses penciptaan yang penuh asih ini Tuhan lebih dulu
menciptakan jagat atau alam. Yang disebut alam ini adalah terdiri dari 5
unsur yakni Udara atau angkasa, Bumi, Air, Tumbuhan dan Satwa.
Didalam rasa rumasa dan tumarimanya akan anugrah nikmat hidup ini,sadar bahwa segala sesuatu bukanlah miliknya, sekalipun dirinya sendiri adalah milik Tuhan, semua adalah titipan Tuhan dan semua akan terpulang kepada-Nya, kepada kehendak-Nya dan semua akan kembali kepada-Nya, ini yang disebut dengan Wiwitan, yaitu konsep kembali ke asal.
Kesadaran diatas menumbuhkan pengertian bahwa manusia wajib menjaga semua milik dan titipan Tuhan ini, dengan kata lain manusia wajib mengasuh, baik dirinya sendiri,sesamanya maupun lingkungan hidupnya.
Singkatnya pengertian-pengertian diatas menjadi..
- Gusti Anu Asih
– Alam anu Ngasah
– Manusa anu Ngasuh,ngasuh Kujur, Batur jeung Lembur.
Asih-Asah-Asuh ini kita kenal sebagai dasar dari kehendak Tuhan atau hukum alam adalah hukum Tuhan,inti dari hukum alam adalah hukum pasti atau Tangtu.
Pasti atau Tangtu ini terkandung didalam proses wiwitan dan didalam hukum sebab akibat yang dalam istilah Sunda disebut hukum Pepelakan.
Didalam pantun-pantun dan mantra-mantra Sunda kerap kita dengar ada tiga unsur di alam kahiyangan atau alam gaib yaitu Wenang, Kala, Wening.
Wenang: sesuatu yang hanya dimiliki Tuhan atau otoritas Tuhan ,sehingga semesta ini disebut alam pawenangan.
Kala : adalah proses dalam penciptaan yang berisi kehendak atau program dari sang pencipta, perjalanan proses ini perlu waktu atau saat, oleh karena itu kala sering disebut waktu.
Wening : adalah segala sesuatu yang diciptakan dan ia adalah yang menerima dan diam dalam arti Tauhid atau Tahu kepada kehendak pencipta.
Tiga unsur tadi dimanifestasikan menjadi Tuhan Alam, dan Manusia yang merupakan 3 unsur utama semesta. Mungkin dari pengertian-pengertian di atas yang menjadi lahirnya ungkapan Tri Tangtu.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Tri Tangtu merupakan dasar dari akar falsafah Sunda, oleh karena ternyata Tri Tangtu ini merefleksi dan direpresentasikan pada segala sistem dan sub sistem didalam Budaya Sunda seperti pada sistem Negara, sistem Sosial, sistem Hukum, sistem Seni dan lain sebagainya tidak terlepas dari prinsip Tri Tangtu ini, dan ini merupakan tugas kita semua untuk meneliti dan mengungkap keberadaan Hukum Tiga ini sebagai dasar dari Budaya Sunda.
Kita ambil contoh bahwa 3 unsur tadi yaitu Wenang Kala Wening beremanasi sehingga di simbolkan sebagai 3 warna cahaya yaitu Putih, Kuning, dan Merah, Tiga warna ini kita dapati pada Tumpeng, putih di dalamnya yaitu telur atau ikan teri putih, kuning pada nasi atau badannya, serta merah yaitu pada cabai merah sebagai puncak manik.
Tri Tangtu juga di simbolkan didalam bentuk yaitu Segitiga.
Segitiga adalah dasar dari segala bentuk. Bentuk segitiga ini kita
dapati pada atap rumah tradisi Sunda serta ornamen puncaknya yang
disebut Cagak Gunting yang merupakan 2 segitiga yaitu segitiga tak
berbatas dan segitiga berbatas sebagai simbol alam gaib dan alam nyata
tempat kita hidup. Rumah itu sendiri terdiri dari 3 bagian yaitu
Tatapakan dan kolong, bagian tengah serta atap. Disamping itu kita kenal
ada Tri Tangtu yang lain yaitu Tri Tangtu Salira, tiga titik pusat dari
tiga bagian tubuh yaitu Dada ,Perut dan Kepala disebut titik-titik
DA, SA, RA.
DA : titik pusat bagian dada yaitu pada
jantung yang merupakan representasi dari unsur Tuhan, Ini dijelaskan
karena jantung adalah pusat hidup atau pusat tempat masuknya energi yang
menghidupkan yang berasal dari Tuhan yang disebut Daha. Wilayah dada ini adalah wilayah Asih dan wilayah Ketuhanan.
SA : titik pusat bagian perut yaitu pada
pusar atau udel, sebagai titik pusat proses perwujudan; bahwa kita
diwujudkan didalam perut ibu melalui tali ari-ari yang menyambungkan
Bali dan pusar kita. Wilayah Perut ini merupakan representasi dari unsur
Alam yang mengasah atau membentuk wujud diri.
RA : titik pusat Otak, titik RA adalah
suatu kelenjar yang merupakan pusat syaraf dan pusat otak yang merupakan
pula pusat pengendali Badan dan Kehidupan. Wilayah RA ini mewakili
unsur Manusia karena kepala inilah yang membedakan manusia dengan mahluk
lain ,dengan kata lain kepala adalah wilayah kemanusiaan atau wilayah
Asuh.
Titik RA ini dilambangkan sebagai matahari ( atau Dewa Matahari ),
Manik Maya atau Rajawali atau Singha atau titik Jenar ( Merah ).
Titik RA yang merupakan pusat segala syaraf yang terdapat pada
sum-sum tulang belakang yang berjumlah 25 ruas ditambah 7 ruas tulang
leher dilambangkan sebagai Naga ( naga kuning atau emas ) atau Ular
berkepala 7 (didalam cerita Hindu) , jadi Naga-Ra adalah badan kita
sendiri.
25+7+1 (RA)= 33. Mungkin inilah yang disebut Nu satelu puluh telu
oleh orang Kanekes (Baduy), dan menurut cerita ,tinggi tiang utama
istana Pajajaran adalah 33 depa.Hitungan 33 juga dipakai sebagai patokan
pada Tarawangsa, yaitu dari gong ke gong adalah 33 ketukan .RA sebagai
pusat pengendali kehidupan dimana wujud kehidupan ini merupakan Tri
Tangtu yaitu Tri Karma yang terdiri dari Bayu, Sabda, Hedap atau Pikir,
Ucap dan Lampah ( perbuatan ). Tiga unsur tadi mempunyai Energi dan tiap
manusia mempunyai Frekwensinya masing-masing. Akumulasi dari 3 energi
ini disebut RAHA (Roh).Tri Karmaatau Pikir ,
Ucap, Lampah ini juga ditentukan oleh Galuh, Galeuh dan Galih atau
menurut istilah sekarang Naluri, Nurani dan Nalar ( SQ,EQ dan IQ).TRI TANGTU DI BUMI
Di dalam kata pengantar terjemahan naskah amanat Galunggung
menyatakan bahwa amanat Galunggung Kropak 632 menjelaskan tentang
kedudukan Tri Tangtu Di Bumi yaitu, Rama-Resi-Ratu.
Ketiga-tiganya mempunyai tugas yang berbeda, akan tetapi tidak dapat
dipisah-pisahkan, tidak ada di antara mereka yang berkedudukan lebih
tinggi dari yang lainnya. Tugasnya setara dan sama-sama mulia, ketiga
pemimpin tersebut harus bersama-sama menegakkan kebajikan dan kemuliaan
melalui ucap dan perbuatan.
Dunia kemakmuran tanggung jawab sang Rama, Dunia kesejahteraan
hidup tanggung jawab sang Resi, Dunia pemerintahan tanggung jawab sang
Prabu/Ratu. Jagat Palangka di sang Prabu, jagat Daranan di sang Rama, jagat Kreta di sang Resi.
Rama : Representasi dari unsur Tuhan yang dimanifestasikan dalam tugas Rama yaitu bidang Spritual, dimana seorang rama ini adalah manusia yang sudah meninggalkan kepentingan yang bersifat duniawi dan lahiriah, sehingga bisa menjaga rasa asih yang tinggi dan bijaksana.
Resi : Representasi dari unsur alam yang merupakan penyedia bagi kepentinagn kehidupan , maka para Resi merupakan ahli-ahli atau guru-guru didalam bidang-bidang diantaranya pendidikan,militer,pertanian,seni,perdagangan,dan lain sebagainya. Misinya adalah Asah.
Ratu : Representasi unsur manusia yang bertugas untuk mengasuh seluruh kegiatan dan kekayaan negara. Karena misinya adalah Asuh, maka didalam tatanan Sunda para pemimpin ini disebut Pamong atau Pangereh dan bukan Pemerintah.
Bila kita bandingkan dengan keadaan kenyataan masyarakat Sunda masa kini, maka dengan sangat sedih kita harus mengakui bahwa tatanan Tritangtu Di Bumi pada masa dekat Sunda kini telah punah, kecuali pada masyarakat-masyarakat adat.
Hal ini disebabkan karena Tatar Sunda yang sangat strategis , baik secara Geografi maupun secara Geopolitik telah menjadi arena masuknya segala pengaruh asing yang secara penuh diadopsi oleh masyarakat Sunda Modern, oleh karena itu otomatis dan perlahan namun pasti Budaya Sunda tersingkir dan terbunuh dari masyarakatnya sendiri dan tidakmungkin lagi menerapkan tataran asli Sunda pada situasi yang demikian.
“Sukleuk Leuweung Suklek Lampih Jauh Ka Sintung Kalapa, Lieuk deungeun Lieuk Lain Jauh Indung Ka Bapa.”Itulah
silokanya manusia Sunda sekarang yang jauh dari asalnya,satu sama lain
bagaikan orang asing yang berjalan tanpa tujuan dan tanpa akhir.Apabila
kita lihat kekacauan negara kita saat ini yang disebabkan oleh kekacauan
politik berdampak kepada ekonomi dan sosial serta aspek-aspek lainnnya,
mungkin patut kita pertanyakan apakah kita tidak salah memilih ? ,kita
memakai konsep-konsep yang berasal dari Budaya Asing, yang mungkin tidak
cocok dengan masyarakat kita sendiri. Bila jawabannya YA, maka
mereaktualisasi Tritangtu Di Bumi ini merupakan konsep alternatif bagi tatanan masa depan Indonesia.
Kita tidak usah takut untuk kembali kepada konsep-konsep leluhur kita , karena Menurut prinsip Wiwitan yang berarti siklus, maka sesuatu yang berada dibelakang kita suatu saat akan berada didepan kita.
Leluhur telah berpesan ;TEUDEUN DI HANDEULEUM SIEUM, TUNDA DI HANJUANG SIANG, TUNDA ALAEUN SAMPEUREUN JAGA.
Kita ambil contoh bahwa nabi Muhammad SAW mereformasi masyarakat Arab yang Jahiliyah dengan kembali pada ajaran leluhurnya yaitu Ibrahim A.S. sehingga menghasilkan masyarakat yang sejahtera yaitu masyarakat madani.
PIWEJANG KARUHUN SUNDA (SANGHIYANG SIKSA KANDANG KARESIAN)Naskah Sanghyang Siksakandang Karesianberjumlah 30 lembar, ditulis pada tahun 1440 Saka (1518 M). Naskah ini disimpan di Museum Pusat dengan nomor kode Kropak 630 (Mansukrip Sunda B) Sebagian isi dari naskah dapat diuraikan sebagai berikut :
Kita ambil contoh bahwa nabi Muhammad SAW mereformasi masyarakat Arab yang Jahiliyah dengan kembali pada ajaran leluhurnya yaitu Ibrahim A.S. sehingga menghasilkan masyarakat yang sejahtera yaitu masyarakat madani.
PIWEJANG KARUHUN SUNDA (SANGHIYANG SIKSA KANDANG KARESIAN)Naskah Sanghyang Siksakandang Karesianberjumlah 30 lembar, ditulis pada tahun 1440 Saka (1518 M). Naskah ini disimpan di Museum Pusat dengan nomor kode Kropak 630 (Mansukrip Sunda B) Sebagian isi dari naskah dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Dasakerta
Kesejahteraan hidup dapat dicapai bila kita mampu memelihara 10 bagian tubuh yaitu :
1.Telinga
2.Mata
3.Kulit
4.Lidah
5.Hidung
6.Mulut
7.Tangan
8.Kaki
9.Tumbung (Dubur)
10.Alat kelamin (Purusa)
Jika 10 bagian tubuh tersebut tidak dijaga dapat mendatangkan musibah (dora bancana) tetapi bila digunakan dengan benar dapat membawa kesejahteraan (dasa kereta). Dahulu para paraji (dukun bayi) selalu membisikan wejangan pada telinga kiri bayi sesudah dimandikan “Ulah sadengena mun lain dengekeunana” (janganlah mendengar apa apa yang tidak pantas di dengar)
2. Dasa Prebakti
Ajaran ini menuntut ketataan seseorang pada orang lain karena kedudukannya, seperti : anak taat pada orangtua, istri taat pada suami, murid taat pada guru. Ini dimaksudkan agar kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat berjalan dengan baik dan lancar.
1.Telinga
2.Mata
3.Kulit
4.Lidah
5.Hidung
6.Mulut
7.Tangan
8.Kaki
9.Tumbung (Dubur)
10.Alat kelamin (Purusa)
Jika 10 bagian tubuh tersebut tidak dijaga dapat mendatangkan musibah (dora bancana) tetapi bila digunakan dengan benar dapat membawa kesejahteraan (dasa kereta). Dahulu para paraji (dukun bayi) selalu membisikan wejangan pada telinga kiri bayi sesudah dimandikan “Ulah sadengena mun lain dengekeunana” (janganlah mendengar apa apa yang tidak pantas di dengar)
2. Dasa Prebakti
Ajaran ini menuntut ketataan seseorang pada orang lain karena kedudukannya, seperti : anak taat pada orangtua, istri taat pada suami, murid taat pada guru. Ini dimaksudkan agar kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat berjalan dengan baik dan lancar.
3. Pancaaksara Guruning Janma
Dalam Siksakandang dituturkan : “Pancaaksara ma byakta nu katongton
kawreton, kacakeuh ku indriya” (Pancaaksara adalah kenyataan yang
terlihat dan teralami, serta tertangkap oleh indera). Artinya :
“Pengalaman harus dijadikan sebagai pelajaran bagi manusia” dimana
melalui pengalaman itu akan diperoleh hakikat dari diri manusia dan
lingkungannya.
4. Darma Mitutur
Wejangan ini berkaitan dengan keharusan untuk seorang untuk belajar
dari pengalaman dan dalam menuntut ilmu seseorang harus memiliki
penyikapan untuk tidak memandang waktu, guru dan yang harus digurui dan
harus bersikap teliti dan selektif. Darma Pitutur tersebut diuraikan
melalui suatu siloka sunda kuno sebagai berikut:
-Tadaga kang carita hangsa (Ingin tahu tentang telaga, tanyalah angsa
-Gajendra carita banen (Ingin tahu tentang hutan, tanyalah gajah)
-Matsyanem carita sagarem (Ingin tahu tentang laut, tanyalah ikan)
-Puspanen carita bangbarem (Ingin tahu tentang bunga, tanyalah kumbang)
-Tadaga kang carita hangsa (Ingin tahu tentang telaga, tanyalah angsa
-Gajendra carita banen (Ingin tahu tentang hutan, tanyalah gajah)
-Matsyanem carita sagarem (Ingin tahu tentang laut, tanyalah ikan)
-Puspanen carita bangbarem (Ingin tahu tentang bunga, tanyalah kumbang)
5. Ngawakan Tapa di Nagara
Setiap orang harus memiliki kemampuan dan keahlian, mulai dari
seorang penggembala hingga pembesar kerajaan. Pada Naskah ini,
disebutkan : “Sing sawatek guna, aya na satya diguna kahuluan; eta kehna turutaneun, kena eta ngawakan tapa di nagara” (Segala keahlian yang dengan setia dilakukan untuk negara, harus ditiru, karena itu berartu melakukan tapa di negara).
Contoh dari pekerjaan dan keahlian yang bermanfaat bagi negara
antara lain adalah mentri, bayangkhara, pengalasan, pelukis, pandai
emas, pandai besi, penyadap, prajurit, pemanah, pemungut pajak,
penangkap ikan, penyelam dll.
6. Tritangtu Di Nu Reya
Merupakan tiga sendi kemenangan dalam masyarakat yang meliputi
sikap “teguh, pageuh, tuhu” dalam kebenaran, Sikap ini mutlak dilakukan
demi tercapainya kesejahteraan hidup. Bila setiap orang jujur dan benar
dalam menjalankan tugasnya maka sejahtera di utara-selatan-barat-timur
dan dimanapun yang ada dibawah langit.
7. Hidup yang pantas dan bersahaja
Setiap orang dianjurkan untuk selalu berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya yaitu : “ Pakeun nu tiwas kala manghurip, emat-imeut rajeun
leukeun, peda predana” (agar tidak sengsara selama hidup, haruslah hemat
dan rajin, cukup pakaian).
Sikap hidup yang bersahaja dan tidak berlebihan ini diuraikan :
“Jaga rang hees tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tampa ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu” (Hendaknya kita tidur sekadar penghilang kantuk, minum tuak sekadar penghilang haus, makan sekadar penghilang lapar, jangan berlebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa apa).
“Jaga rang hees tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tampa ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu” (Hendaknya kita tidur sekadar penghilang kantuk, minum tuak sekadar penghilang haus, makan sekadar penghilang lapar, jangan berlebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa apa).
8. Jangan gila pujian
Dinyatakan, “lamun aya nu muji urang, suita, maka geuning urang
guminta pulangkeun ka nu muji, pakeun urang nu kapentingan ku pamuji
sakalih. Lamun urang daek dipuji na kadyanggantang galah dawa
minambungan tuna”
(Jika ada orang yang memuji kita, lalu sadarlah, kembalikan kepada pemuji, janganlah sekali kali mengharapkan pujian orang lain. Bila kita senang dipuji, sama halnya dengan galah panjang diberi sambungan sampai tidak dapat digunakan karna terlalu panjang).
(Jika ada orang yang memuji kita, lalu sadarlah, kembalikan kepada pemuji, janganlah sekali kali mengharapkan pujian orang lain. Bila kita senang dipuji, sama halnya dengan galah panjang diberi sambungan sampai tidak dapat digunakan karna terlalu panjang).
9. Panca ParisudaPanca Parisuda memiliki arti Lima Obat Penawar. Ini kaitannya dengan sikap menerima kritik “Lamun aya nu meda urang, aku sapameda sakalih” (Bila ada yang mengkritik kita, terimalah kritik orang lain itu).Anggaplah ibarat kita sedang dekil menemukan air untuk mandi, ibarat sedang lapar ada yang memberi nasi, ibarat sedang dahaga ada yang memberikan minuman.Dengan sikap tersebut dikatakannya ,“Kadyangga ning galah cedek tunugalan teka” (Sama halnya dengan sodok dipapas menjadi runcing). Dengan kritik, akal budi kita akan makin kukuh dan tajam.
10. Hidup yang penuh berkahPelengkap hidup agar selamat dalam kehidupan dan mendapat berkah dalam hidup harus :
1.Cermat
2.Teliti
3.Rajin
4.Tekun
5.Cukup Sandang
6.Bersemangat
7.Berpribadi pahlawan
8.Bijaksana
9.Berani Berkorban
10.Dermawan
11.Gesit
12.Cekatan
11. Parigeuing dan Dasa pasanta Dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat tradisional ada 3 posisi yang menjadi tonggak kehidupan, yaitu Rama (Pendiri kampung dan Pemimpin masyarakat) Resi (Ulama atau Pendeta) Prabu (Raja yang memiliki kekuasaan) Dalam naskah, dianjuran agar orang berusaha memiliki wibawa seorang prabu, ucapan seorang rama dan tekad seorang resi.
Sumber :http://atlantissunda.wordpress.com/2011/09/16/tritangtu-konsep-sunda-buhun/
Kamis, 14 Maret 2013
KEKUATAN NIAT
Innamal A’malu Binniyyat……….
MARI KITA REKAYASA HIDUP KITA
Hidup kita dimasa yang akan datang itu ditentukan dari
sekarang, melalui kekuatan niat kita menjadi bisa apa saja, kita bisa menjadi siapa saja. Supaya terbiasa dengan kekuatan niat caranya
pakai kekuatan niat ini setiap hari.mulai dari niat-niat kecil, contohnya : ketika kita bangun kita niatkan kita bahagia hari ini, orang-orang yang kita temui bahagia bertemu kita dan sebagainya. kemudian kalau sudah terlatih dengan niat-niat yang kecil-kecil beranikanlah kita untuk meniatkan niat yang besar-besar sebagai contoh, menjadi triliuner pertama, punya rumah, punya istri yang cantik, punya mobil, punya motor atau kita niatkan kita kaya, bahagia dan masuk surga.. hehe atau apapun apa yang kita inginkan.
yuk kita lihat apa sih niat itu ?
Rumus matematikanya seperti berikut ini :
Kekuatan Niat = Keinginan X Hasrat Dasar
Kekuatan Niat = Keinginan X Hasrat Dasar
Keterangan
Keinginan : Bersifat Konstan (bisa Disamakan dengan 1)
Hasrat Dasar : Nilai Yang selalu Berubah
Niat Kita Akan terkabul tergantung hasrat dasar yang kita miliki, semakin besar hasrat dasar kita maka akan semakin besar kekuatan niat kita terwujud.
Kekuatan Niat merupakan senjata yang power full. Kekuatan Niat merupakan mekanisme yang menjadi sunnatulah dialam semesta ini. untuk memahami konsep kekuatan niat ini anda bisa membaca sebuah buku karangan Massaru Emoto dengan judul hidden message of water
Contoh Kekuatan Niat :
Ketika kita datang kerestoran kita pesan minuman kopi kepada seorang pelayan. kemudian pelayan itu datang dan memberikan kopi,
ketika sudah memberikan minuman kopi anda meminta mengganti minuman kopi dengan es jeruk. kemudian seorang pelayan tersebut kembali dan memberikan anda segelas es jeruk.
ketika sudah memberikan minuman kopi anda meminta mengganti minuman kopi dengan es jeruk. kemudian seorang pelayan tersebut kembali dan memberikan anda segelas es jeruk.
Lalu Apa itu Keinginan?
Keinginan adalah segala sesuatu yang kita butuhkan baik itu sifatnya kurang penting, penting bahkan sangat penting. dan dirumuskan itu bersifat konstan atau sama dengan satu.
Kemudian apa itu Hasrat Dasar?
Hasrat Dasar itu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
1. Pertama hasrat dasar yang berasal dari jasad,
2. Hasrat dasar yang berasal dari jiwa.
Contoh Hasrat Dasar yang berasal dari jasad adalah ketika kita lapar. Apa yang sebenarnya terjadi dalam mekanisme lapar. lapar terjadi dari lambung yang berasal dari asam lambung yang meningkat untuk segera di isi dengan makanan, kemudian lambung anda memberikan sinyal-sinyal yang harus segera dilakukan yaitu kita menyegerakan untuk memakan makanan agar supaya lambung tidak merasa lapar.
Contoh Hasrat Dasar yang berasal dari jiwa adalah rasa kasih sayang orang tua untuk anaknya. orang tua bisa sanggup melakukan apa saja agar anaknya bisa hidup bahagia. ayahnya bekerja keras untuk menghidupi anak dan istrinya, dll.
to be continue...
Sumber referensi :
Pelatihan Kekuatan Niat oleh KG
Langganan:
Postingan (Atom)